Kertas

Kompilasi puisi
So wrong (sorong)

Judul : kertas

. . . Adalah kertas yg menjembatani antara mimpi dan kenyataan.
. . . Juga kertas yang mencuri angan yang nyaman.
. . . Tapi kertas juga panggung tempat karya karya dilukis. Dan megalomania diri di puaskan
. . . Kertas tidak laen hamparan sajadah, tempat kehebatan-kehebatan bersujud dan trhubung vertikal.

. . . Bhwa hidup seperti hari hari saja. Di pergilir bulan dan mentari. Maka lahirlah senja yang rabun. Malam yang kelam. . .

. . . Sorong adalah entah. entah sore. Entah malam. Aq harap sorong adalah subuh saat mentari sejenak lagi akan tiba. Dan gembira memeluk ku kembali. Pada waktu yg hanya sejenak saja

 

Dari sahabat terbaik : oka hadisasmita

Sorong

Untukmu kawan…

Karna kita ttp satu, satu PLN | Tiada yg tdk mungkin kita bertemu lagi | bertemu dg indah untuk mwujudkan PLN yg lebih indah

Karna kita ttp sahabat, sahabat yg tdk terpisahkan | tdk terpisahkan ruang dan waktu | jadi ini bukan perpisahan, tapi perjalanan yg sdh direncanakan oleh Nya | perjalanan yg direncanakan untuk pertemuan yg indah

bangga PLN Disjatim, bangga bsa berada d tengah grup kumpulan petangguh yg penuh karya | karya itu sdh terukir hati ini | hati yg akan kembali bersatu dalam nyata

perjalanan ini selalu bermula namun tiada berujung | jalannya penuh liku tapi dri liku itulah hidup itu berirama | iramanya bsa indah atau pilu tergantung cara kita menikmatinya

trima kasih kawan | krna kau slalu menawan | trima kasih sahabat | krna kau slalu mnjabat erat | trma kasih untuk ukiran indah yg telah terbentuk ini..

Trima kasih kawan, trima kasih atas kenangan indah yg tlah trukir ini…

#H-2menjelangkesorong

MAAF, KAMI INGIN BERSIH!

Hari ini, tanggal 2 Agustus 2013 adalah hari kerja terakhir di bulan Ramadhan. Hari kerja terakhir yang sangat ditunggu-tunggu bagi karyawan perusahaan pada umumnya. Di hari itu, mayoritas masyarakat berfikir untuk mudik dan bertemu dengan keluarga serta sanak saudara. Namun itu tidak berlaku untuk pegawai PLN yang secara berkala sedang menjalani tugas piket. Tiada hari tanpa siaga menjaga keandalan pasokan listrik untuk kepentingan masyarakat umum.
Begitu pun dengan kami jajaran manajemen PLN Distribusi Jawa Timur. Pada hari tersebut, kami mengikuti Workshop PLN Bersih, sebuah pelatihan yang memperkenalkan bagaimana konsep PLN Bersih yang saat ini sedang gencar di bangun oleh PLN. Program inilah yang akan memperbaiki citra PLN yang (dahulu) telah dikenal masyarakat sebagai perusahaan basah yang syarat akan KKN.
Saya bangga bisa masuk dalam golongan minoritas ini. Bangga karena telah bekerja di perusahaan yang melayani publik. Bangga karena telah menjadi bagian bagi perubahan perusahaan untuk terus memperbaiki pelayanan ke arah yang lebih bersih dan profesional.
DI hari itu, kami mendiskusikan srategi pencapaian PLN Bersih melalui beberapa POKJA, yaitu POKJA Zona Integritas, Integritas Layanan Publik, High Trust Society, dan Good Corporate Governance. Dalam workshop tersebut, saya masuk dalam POKJA Pembentukan Zona Intergritas PLN Distribusi Jawa Timur bersama dengan Manajer Rayon Pilot Project PLN Bersih. Hasil POKJA tersebut telah menghasilkan beberapa inisitaif strategi yang dapat diterapkan untuk mempercepat eksekusi program PLN Bersih.
Ketika acara penutupan workshop, tiba-tiba masuk SMS. Continue reading

PERANG PADAM DI DUA GUNUNG

“Tulungagung kosong … Kediri kosong! Tulungagung kosong … Kediri kosong!” Suara keras dan tegas dari operator PLN Area Kediri memanggil operator PLN Tulungagung.

“Silahkan masuk!” Sahut operator PLN Tulungagung.

“Mohon disiapkan penyulang yang siap di padamkan dalam rangka manual load shedding. Kami butuh dua penyulang dari Tulungagung untuk dipadamkan. Total beban 60 Ampere untuk pemadaman tahap pertama dan 30 Ampere untuk pemadaman tahap kedua!”

“Dalam rangka apa pak?” Tanya operator PLN Tulungagung.

“Ada pembangkit yang rusak dan perlu pengurangan beban dengan segera! Kami tunggu maksimal 5 menit!” Jawab Operator Area Kediri.

Begitulah cuplikan percapakan yang saya dengarkan di Radio Komunikasi ketika saya selesai shalat maghrib di Rumah Kontrakan yang jaraknya hanya 500 meter dari Kantor PLN Tulungagung. Entah kenapa, lintasan pikiran saya tiba-tiba menuju suasana ketika saya sedang menjadi staff operasi di Area Kediri pada bulan Maret tahun 2011 dimana manual load shedding (pengurangan beban secara manual) berjalan hampir setiap minggu. Hal ini ditambah lagi dengan adanya brown out (penurunan tegangan sistem). Saat itu saya selalu menyeletuk “Bagaimana PLN ini, katanya sedang Perang Padam Jawa Bali, loh kok listriknya dipadamkan sendiri? Hehehe …”

Setelah mendengar adanya info pengurangan beban di Radio Komunikasi, saya berkoordinasi dengan Spv. Teknik PLN Tulungagung, Pak Subroto, dan operator yantek. Dua penyulang yang siap di padamkan adalah (kembali) penyulang sendang mulyo dan penyulang pagerwojo yang masing-masing menyuplai wilayah gunung sendang mulyo dan pagerwojo.

Penyulang tersebut menjadi pilihan pemadaman karena bebannya kecil, pelanggannya tidak terlalu banyak, tidak ada pabrik, dan tentu pelanggannya tidak sekritis pelanggan kota. Selain itu, pada  dua minggu terakhir tidak ada gangguan pada penyulang tersebut.

“Kediri kosong … Tulungagung kosong! Ok, penyulang sendang mulyo tahap pertama dan penyulang pagerwojo tahap kedua.” Sahut operator PLN Tulungagung.

Satu menit seletah info Radio … pet !!!, pukul 18.15 listrik di pegunungan sendang mulyo padam! Dipadamkan oleh Area Pengatur Distribusi Jawa Timur.

Saya pun lekas menuju Ruang Pelayanan Teknik. Sambil menunggu info kondisi sistem terbaru. Kami mengobrol sambil bercanda seputar gangguan penyulang dan rencana pemeliharaan selanjutnya. Di sana juga hadir petugas yantek yang sedang OFF, Mas Yudi, yang katanya sedang iseng main-main ke Kantor.

Tak terasa waktu begitu cepat. Pukul 21.00, kembali Operator Area Kediri memanggil Operator PLN Tulungagung.

“Kondisi sistem sudah mulai normal. Bagaimana untuk sendang mulyo, apa aman untuk dimasukan?”

“Ok aman, silahkan dimasukan!” Sahut Operator PLN Tulungagung

“Tulungagung kosong … Kediri Kosong …!!! 21.10 Sendang Mulyo Trip Relay DGR 4 kV beban 50 Ampere !” Continue reading

Waktu dan Cinta

Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak: ada Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan, Kecantikan dan Waktu. Mereka hidup berdampingan dengan baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau itu. Semua penghuni pulau cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri.

Cinta sangat kebingungan sebab ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan. Sementara itu air makin naik membasahi kaki Cinta. Tak lama Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. “Kekayaan! Kekayaan! Tolong aku!” teriak Cinta. “Aduh! Maaf, Cinta!” kata Kekayaan, perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawa-mu serta, nanti perahu ini tenggelam. Lagi pula tak ada tempat lagi bagimu di perahuku ini.” Lalu Kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi.

Cinta sedih sekali, namun kemudian dilihatnya Kegembiraan lewat dengan perahunya. “Kegembiraan! Tolong aku!”, teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia menemukan perahu sehingga ia tak mendengar teriakan Cinta.

Air makin tinggi membasahi Cinta sampai ke pinggang dan Cinta semakin panik. Tak lama lewatlah Kecantikan. “Kecantikan! Bawalah aku bersamamu!”, teriak Cinta. “Wah, Cinta, kamu basah dan kotor. Aku tak bisa membawamu ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini.” sahut Kecantikan.

Cinta sedih sekali mendengarnya. Ia mulai menangis terisak-isak. Saat itu lewatlah Kesedihan.”Oh, Kesedihan, bawalah aku bersamamu,” kata Cinta. “Maaf, Cinta. Aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja” kata Kesedihan sambil terus mengayuh perahunya.

Cinta putus asa. Ia merasakan air makin naik dan akan menenggelam-kannya. Pada saat kritis itulah tiba-tiba terdengar suara, “Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!” Cinta menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang tua dengan perahunya. Cepat-cepat Cinta naik ke perahu itu, tepat sebelum air menenggelamkannya.

Di pulau terdekat, orang tua itu menurunkan Cinta dan segera pergi lagi. Pada saat itu barulah Cinta sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui siapa orang tua yang menyelamatkannya itu. Cinta segera menanyakannya kepada seorang penduduk tua di pulau itu, siapa sebenarnya orang tua itu.”Oh, orang tua tadi? Dia adalah Waktu.” kata orang itu. “Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Aku tak mengenalnya. Bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku” tanya Cinta heran. “Sebab,” kata orang itu, ” hanya Waktulah yang tahu berapa nilai sesungguhnya dari Cinta itu …”

WALLAHUA’LAM